Amel Melaporkan dari Fulda
Fulda, kota berpenduduk 63.942 di mana 4.391 di antaranya adalah mahasiswa (dikutip dari brosur resmi), yang namanya sudah gue kenal sejak sebelum gue menginjakkan kaki di Jerman.
Fulda, yang sedemikian kecilnya sehingga kalau kalian turun dari kereta di Hauptbahnhof terus lihat peta kota itu yang tergantung di mana2 maka kalian bisa lihat kamar gue tergambar di peta.
Fulda, yang letaknya tepat di tengah Jerman dan setiap saat ada ICE di stasiunnya yang cuma 4 peron.
Berikut adalah cerita minggu2 pertama gue di Fulda ini yang sudah ditagih2 oleh berbagai pihak…. Laporan fakta sekaligus reaksi emosional gue menghadapi Fulda.
Gue datang ke Fulda membawa sepeda gue dan peta Fulda yang gue print dari internet. Bertekad memulai hidup baru yang sehat lewat bersepeda, gue langsung bersepeda menuju asrama. Dan tentu saja gue nyasar, gue emang bukan ahli membaca peta. Mungkin seharusnya belok kiri malah gue belok kanan atau seharusnya belok kanan gue malah belok kiri, atau entah bagaimana, masih untung gue nyadar kalau gue nyasar. Tapi pemandangan yang gue lihat sepanjang jalan cukup menghibur gue jadi gak bete2 banget sih nyasar2 dikit.
Hal bete pertama yang gue alami adalah jatuh dari sepeda (hehehe). Jadi ceritanya begini teman-teman… Fulda itu berbukit2. jalanan naik turun gak karuan. Udah gitu gue udah gak pernah naik sepeda lagi sejak SD. Udah gitu gue bawa tas punggung ala pemanjat gunung yang berat banget. Jadi kalian maklum kan kalau gue jatuh dari sepeda? Tepatnya di depan Dom, di hadapan beribu2 pasang mata, gue jatuh. Awalnya gak terlalu sakit sih (masih lebih berasa malunya daripada sakitnya), tapi kemudian lumayan juga. Lutut gue luka parah, selama seminggu gue terpincang2. Itu belum termasuk luka2 kecil dan memar2 lain gara2 jatuh dari sepeda juga sepanjang satu minggu sebelumnya, jadi kalau dipikir2 udah badak lah gue diliatin orang2 gara2 jatuh dari sepeda. Itu juga belum termasuk PTSD yang gue derita (Post Traumatic Stress Disorder, alias gangguan stress setelah suatu kejadian yang traumatis, yaitu jatuh dari sepeda).
Asrama gue… sekarang sudah jadi tempat yang nyaman… Tapi mari kita tengok beberapa minggu yang lalu ketika gue baru datang… Jika kantor Hausmeister bisa dijadikan patokan mengenai kondisi kamar, maka gue shock berat lihat kantornya yang luar biasa berantakan. Jauh banget kalau dibandingkan kantor Hausmeisternya Trift yang segalanya sangat rapih dan teratur sesuai abjad. Hausmeister gue mungkin pelupa, jadi semua barang dia taruh di atas meja, rupanya dia takut lupa naruh kalau dia taruh di laci atau rak (hehe). Kunci2 kamar bertebaran di atas meja. Surat2 ada di atas meja, di atas kursi, beberapa tergeletak di lantai. Pokoknya heboh. Gue masuk kantornya untuk ngambil kunci kamar dan gue sama sekali gak khawatir bakal menyenggol barang2 karena toh semuanya udah berantakan. Nggak bakal ngaruh lah kalau gue jatuhin piring selusin sampai berkeping2, misalnya. Gue lebih mengkhawatirkan bgmn kondisi kamar gue kalau kantor dia aja udah seperti ini :((
Tapi ternyata kita tidak boleh menilai asrama berdasarkan kantor Hausmeister (peribahasa Amel). Kamar gue bagus banget. Ini WG di mana gue berbagi dapur dan kamar mandi bareng sama 3 kamar lainnya. Mebelnya semua baru, kamarnya cukup lega (sebenernya terlalu luas buat gue), dan bersih. Belakangan gue baru tau dari tetangga gue kalau mebelnya semua baru karena sebelumnya kebakaran, gara2 ada yang lupa matiin kompor, dan penghuni2 lamanya pada disuruh pindah. Sejak gue tau itu gue jadi deg2an terus, kadang malam2 gue suka ke dapur ngecek apakah kompor udah mati semua. Na ja… Btw, tetangga gue itu cowok Libanon cakep namanya Labib, baik banget pula, kalau ada yang berminat hubungi gue via japri, hehe..
Hal bete kedua terjadi di kamar mandi ketika gue mandi. Pemanas airnya ternyata pakai gas. Dan gue sama sekali gak tau bgmn cara menanganinya. Pertama kali gue mandi di sini gue menggigil sampai gue pikir gue hampir mati. (tenang teman2, sekarang gue udah tau bgmn caranya makai air panas).
Hal bete berikutnya masih masalah pemanas tapi kali ini pemanas ruangan yang masih belum dinyalain (ya iyalah, masih bulan September gitu lho) tapi dinginnya kamar gue luar biasa. Lebih dingin daripada di luar. Jadi kalau gue udah kedinginan gue keluar aja. Belum lagi ngeliat kamar yang kosong, tanpa internet tanpa telepon tanpa semester tiket tanpa temen serumah (waktu itu temen2 se-WG gue belum pada datang). Di setiap pelosok kota gue gak nemu wartel. Kalau gue mau telp harus lewat telepon koin yang nelpon ke festnetz aja 5 detik 5 sen, apalagi kalau gue telp ke HP ya? (tapi sekarang gue udah nemu wartel kok). Kalau gue mau on line mahalnya luar biasa. Karena perpustakaan kampus masih tutup, lagipula belum waktunya imatrikulasi, gue harus cari warnet dan warnet Fulda mahalnya minta ampun…. Di Bahnhof gue harus bayar 2 euro untuk makai internet 30 menit. Gue pikir mungkin karena di stasiun maka semua mahal, jadi gue turun ke kota, tapi satu2nya warnet yang gue temui masang tarif 50 sen per 10 menit (sakit jiwa!!) Mungkin semua memang sudah diatur oleh yang di atas sehingga gue harus belajar di sini, ihiks, supaya gue gak kebanyakan main, asrama gue bahkan gak menyediakan bantal, selimut, dan seprei, mungkin supaya gue gak tidur ya, hehehe…
Hal bete berlanjut di kota, ketika gue lagi pengenalan kota naik sepeda, gue kehilangan sweater item kesayangan gue. Kamar gue yang luar biasa dingin itu menipu gue, gue pikir di luar dingin taunya panas banget, jadi gue copot sweater itu… Gue udah berusaha menelusuri kembali jalan2 yang gue lalui, dan bertanya ke tempat2 yang gue kunjungi tapi gak ada hasil :(( mungkin tugas sweater itu untuk menghangatkan gue sudah selesai sampai di sini, sekarang dia punya tugas lain untuk menghangatkan orang lain…
Beberapa hari kemudian gue lalui dengan semangat 45. Maklumlah gue emang suka euforia menghadapi tempat baru. Gue sibuk pindahan, beresin kamar, beresin dapur, Polizei Anmeldung, Auslaenderbehorde, sibuk survey dan membanding2kan harga di toko2 buat belanja kebutuhan sehari2… namun, bulan madu berlalu begitu singkat bagi gue (ihiks)… hari2 berikutnya gue tersiksa setengah mati. Ketika seluruh jalan di kota sudah gue hafal, dan ke manapun gue melangkah kok ketemu itu2 juga, maka dapur gue jadi dapur yang terbersih di seluruh Jerman… setetes air jatuh pun langsung gue lap. dan gue baca koran sampai ke iklan2nya (dalam Psikologi kelakuan gue ini disebut sebagai “obsessive-compulsive”). Pokoknya bosen setengah mati. Ngerti gak sih maksud gue, bosen. Yang biasanya gue masak sup di Berlin setengah jam juga udah jadi, di sini gue masak sup sampai 2 jam, semua bahannya gue potong2 kecil2, simetris, kalau bisa malah gue ukur pakai penggaris supaya ukurannya seragam (bener2 gejala obsessive-compulsive). Dan orang2 yang ngebel kamar gue pun orang2 nyasar semua. Entah nyari orang lain yang jelas2 gak tinggal di sini (kenapa gak nyari gue aja sih?) atau sekedar minjem pembuka botol.
Makanya ketika waktu imatrikulasi (daftar ulang) tiba… gue bangun dan mandi pagi dengan hati riang… setelah nyangkut di sana sini, gue sampai FH Fulda jam 12 siang. Gue suka banget kampus ini. Kumpulan bangunan (dari gedung A sampai gedung Q) dari bata merah dan dirambati tumbuhan rambat, di tengah2nya Mensa (kantin) dan teater terbuka yang sedang direnovasi (bentuk lenih kecil dan lebih jelek dari teater kolamnya fakultas sastra UI). Tapi apa yang gue temui di International Office? Dua orang cewek di resepsionis nanya, gue mau daftar ulang untuk program studi apa? Gue bilang ICEUS (pronounciation nya aja gue salah, seharusnya dibaca ‘ikeus’ malah gue baca ‘iceus’) tapi gue gak sempat bereaksi, karena mereka bilang untuk ICEUS daftar ulangnya sudah lewat. MAU JATUH GAK SIH LOE DENGERNYA???!!! Untungnya setelah kita cek dan ricek sama2 ternyata dia salah. Gue masih punya waktu lebih dari 1 bulan untuk immatrikulasi. Untungnya jantung gue kuat, jadi gue gak pa-pa dan gak perlu nuntut resepsionis itu atas malpraktek yang dia lakukan. Tapi memang gue harus balik lagi besoknya karena Sprechstundenya cuma sampai jam 11.00, maklum kota kecil..
Tapi Fulda sebenernya bukan kampung2 banget. Jika kita memakai definisi kampung menurut Mirza (kampung di Jerman adalah jika kita bisa melangkahi rel kereta, contohnya Ilmenau, hehe) maka Fulda bukan termasuk kampung. Karena tidak ada rel yang bisa kita langkahin, huihiuhiuhiuh. Selain rel di bahnhof. Sarana transportasi utama di sini adalah kaki. Nomor dua kendaraan pribadi (mobil, sepeda motor, sepeda). Gue pernah nyoba lihat jadwal bis lewat di terminal bis. Tapi rupanya, di Fulda, masih lebih sering muncul gerhana matahari daripada bis. Sekali liat Fahrplan bis gue langsung hafal saking jarangnya bis lewat. Dan oya, satu hal yang sangat menarik dari Fulda adalah ANGKOT, huihuhiuhi, di Fulda ada angkot lho. Sekali naik dekat atau jauh bayar 50 sen, angkot2 itu bisa kita stop di manapun pakai isyarat tangan, dan bisa minta berhenti di manapun ke sopirnya. Angkot banget deh, namanya Transcity. Tempat duduknya aja 4-6, hehe. Sopirnya juga hobby banget ngobrol sama penumpang. Gaya nyopirnya juga gaya sopir angkot (lengan dilipet dan disangga ke jendela yang terbuka). Trayeknya dari asrama gue ke kampus pulang pergi. Lumayanlah kalau cuaca lagi buruk gue bisa naik angkot ke kampus. Kampus gue letaknya di ujung utara sementara asrama gue di ujung selatan (cari asrama yang deket2 kampus mahal). Awalnya sih gue rajin banget naik sepeda, tapi berhubung kampus ada di atas bukit jadi perjalanan ke sana berat banget, menanjak. Kalau berangkat gue butuh 17 menit naik sepeda (termasuk beberapa kali sepeda gue gandeng saking curamnya jalanan) kalau pulang paling 5 menit juga udah sampai rumah. Kalau jalan kaki butuh 30 menit. Kalau naik Transcity sekitar 10 menit. Tapi ada gossip katanya sih Transcity mau ditiadakan mulai bulan depan (belum jelas).
Kuliah gue sejauh ini sangat menyenangkan. Mungkin karena belum mulai, hehe… baru Einfuhrungswoche (orientasi) yang membosankan (setiap semester gue Einfuhrung mulu ya?) Udah ada satu kuliah sih yang mulai. Hukum Eropa I. Dosennya bicara sangat jelas dan dengan cara yang sangat menarik, jadi kelasnya gak seserem judul mata kuliahnya. Yah gak tau juga ya, ini kan hari pertama. Tapi walau hari pertama juga dia sudah mulai dengan pertanyaan2 khas orang2 hukum, “Sind Tomaten Obst oder Gemuse?” (gue sambil bikin terjemahan untuk temen2 gue yang tidak di Jerman: “apakah tomat itu buah atau sayur?”) Untung gue udah terbiasa sama temen2 hukum gue di Depok dulu di mana dosen2 mereka mendapatkan kepuasan batin tersendiri yang sulit dilukiskan dengan kata2 jika mengajukan pertanyaan2 gak penting semacam “apa bedanya pisang goreng dengan goreng pisang?” jadi gue gak terlalu stress. Terus ada satu Workshop lagi, Intercultural Training Workshop, oleh dosen tamu dari ili (Institut fuer Lehrerfortbildung und Interkulturelle Kommunikation) Universitas Augsburg, juga menarik. Training itu intinya kurang lebih mempersiapkan kita (mahasiswa2 asingnya) menghadapi cultural shock di Jerman. Basi banget ya… udah lumutan gini gue di Jerman malah dikasih training beginian.
Kita sekelas 32 orang (plus 4 orang lagi ngurus visa). Orang Jermannya 10 sementara sisanya datang dari 18 negara. Cowoknya ada 5 orang, sisanya cewek2, rupanya memang gue selalu terjebak di kuliah yang miskin cowok. Di Jakarta, di Berlin, sekarang di Fulda, kelas gue miskin cowok. Tapi yang penting itu tetangga ganteng, ya gak teman2?
Selain gue di Fulda ada 4 mahasiswa Indonesia lain. Temen serumah gue sekarang ada 2. Satu cewek dari Romania, namanya Diana, lagi ngerjain tesis, jurusan Electronic Bussiness. Jadi setiap saat dapur kita selalu bau kopi (apa hayoooo hubungannya?) satu lagi cowok Jerman, namanya Matthias, mahasiswa Informatik semester 1, waktu pindahan ke sini dianter sama bokap nyokapnya naik mobil (jadi kangen bokap nyokap gue, huaaaa) dan dia setiap kamis selesai kuliah pulang ke rumahnya di Erfurt, balik lagi ke Fulda minggu malam atau senin pagi, aduh enak banget gak sih… Matthias ini “jerman banget”. Dia membagi kulkas kita sehingga setiap orang dapat bagian yang tepat sama luasnya. Dia bahkan berniat bikin jadwal pemakaian kamar mandi berhubung dia mandi setiap pagi sebelum kuliah. Tapi belum terlaksana sampai sekarang karena kita belum nemu waktu di mana kita lagi bareng bertiga di rumah. Tapi sebenernya gak ada masalah sih, toh gue mandi malam dan Diana sepanjang hari di rumah jadi bisa mandi kapan aja.
Nah, bagian terakhir laporan gue adalah mengenai pariwisata. Fulda adalah kota tua, sejarahnya sudah dimulai sejak pembangunan biara di sini atas perintah Bonifatius (gue gak tau ini siapa) thn 700-an (lupa tepatnya). Tapi baru setelah abad pertengahan, pada zaman Baroque, pembangunan dan renovasi besar2an akibat pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat meninggalkan altstadt Fulda sekarang dipenuhi oleh bangunan2 dan peninggalan2 lain yang selalu ramai dikunjungi rombongan turis mulai dari anak2 sekolah sampai nenek2 kakek2, lokal maupun mancanegara.
Dom zu Fulda
Di Barockviertel Fulda, kita bisa mulai perjalanan kita dari Dom (atau Katedral). Di depan Dom ada Schlossgarten (taman istana) yang lumayan luas tapi rupanya gue datang telat untuk menikmati taman tsb secara maksimal (apa coba). Sementara di taman, kita bisa melemparkan selayang pandang ke Orangerie yang penampilannya sangat impresif (gue gak tau ini apaan, tapi sekarang sih katanya digunakan sebagai tempat kongres, konferensi, ruangan2nya di dalam juga sangat Barock), dan juga Stadtschloss (Istana).
Orangerie dilihat dari Taman Istana
Schloss Fulda
Konon, di dalam istana ada satu ruangan yang namanya Spiegelraum (ruang cermin) di dalamnya ada ribuan cermin dari berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari yang sebesar ujung jempol sampai yang besar banget. Asik banget ya… yang jelas gue pernah masuk sekali ke Fuerstensaal (Ruang Kerajaan) di Istana untuk acara penyambutan mahasiswa baru oleh walikota. Ruangannya bagus sekali, didominasi oleh warna merah dan emas. Langit2nya dilukis, banyak jendela2 rendah dan besar dengan tirai2 berat dari beludru, dinding2nya dilapisi wallpaper merah dan digantungi lukisan2, lampu2 gantung dan lampu2 tembok gemerlapan, ada perapian2 juga di sana, dan patung2. Btw, nanti acara wisuda gue juga bakal diadakan di sana, nanti gue kabari lagi siapa tau kalian bisa datang (hehehe). Sekarang kalian doakan saja supaya gue bisa ngikutin pelajaran dengan baik sehingga bisa ikut wisuda (ihiks). Nah, setelah Istana, kita bisa lihat satu gereja Barock lagi, gue gak seberapa ngerti, yang jelas gereja ini warna temboknya oranye (!!!) dan halamannya biasa dipakai untuk Wochenmarkt, Weinahmarkt, pokoknya Marktplatz (pasar) gitu deh. Dan ada juga kawasan perumahan berarsitektur Barock yang sudah direnovasi sana sini.
Tapi yang jadi favorit gue adalah Fussgaengerzone-nya (kawasan pejalan kaki). Berjalan2 di sana bener2 bagaikan kembali ke masa ratusan tahun sebelumnya… (gue harus dapat komisi dari Fulda karena mengiklankan kota ini dengan sedramatis ini). Coba kalian bayangkan, jalan2 naik turun sempit dari batu dengan bangunan2 kuno di kanan kiri. Kalau pagi, ramai oleh toko2 yang ditata sedemikian rupa sehingga melihatnya aja udah seneng. Kafe2 di pinggir jalan juga merupakan tontonan tersendiri. Kalau malam, lampu2 jalanannya yang kuno2 itu menambah temaram suasana… (cukup sampai di sini dangdut gue).
salah satu sudut Fussgaengerzone
Selain yang gue sebutkan di atas, ada juga museum2 yang belum sempat gue kunjungi: Kinderakademie, Vonderau Museum dan Planetarium nya, Museum Pemadam Kebakaran, Museum Dom, Museum Istana, dll yang kayaknya sangat menarik, mungkin suatu saat kita kunjungi bareng saja? Dan taman2 lain (Dahliengarten, Fulda Environmental Centre, Wasserpark). Dan tur2 sepeda dan kano (bisa disewa). Fulda terletak di persimpangan tiga jalur bersepeda nasional. Waktu gue datang ke Fulda bawa sepeda, susah2 gue beli tiket buat sepeda gue, ternyata gerbong buat sepedanya PENUUUUUH banget sampai gue gak bisa lewat, penuh sepeda ditumpuk2 dan pemeriksa karcis Jerman yang se-streng apapun bakal males meriksain satu per satu untuk memastikan apakah semua sepeda udah ada karcisnya :((
Jika kalian ke Fulda bawa anak, anak2 kalian dijamin tidak akan bosen, karena ada banyak sekali tur dirancang khusus buat anak2. dan menarik2. misalnya, tur keliling istana yang dipandu oleh hantu (tentu hantu boongan) untuk mempresentasikan ke anak2 mengenai sejarah dan ruangan2 istana dan perabotan2nya. Atau ada juga tur interaktif yang judulnya “Barock, what is that?” (“Barock, was ist denn das?”) dipandu oleh guide berkostum pengrajin abad 18 yang mengajak anak2 keliling untuk mengalami bgmn orang2 hidup dan apa yang mereka rasakan pada zaman Barock. Bukan hanya ttg sejarah, tapi juga ttg kehidupan lapisan2 masyarakat waktu itu, mulai dari keluarga kerajaan sampai priyayinya dan pekerja biasa. Rasanya gue lebih tertarik sama tur2 buat anak2, gimana dong nih.
Mengenai Kebab, harga Kebab di sini bervariasi. Di Bahnhof 3,5 EUR (entah bgmn rasanya), di kota berkisar antara 2-3 EUR (rasanya enak banget! Kebab di Berlin gak ada yang enak, tapi di sini enak banget, serius gue).
Akhir kata, gue tunggu kalian di Fulda.
Fulda, yang sedemikian kecilnya sehingga kalau kalian turun dari kereta di Hauptbahnhof terus lihat peta kota itu yang tergantung di mana2 maka kalian bisa lihat kamar gue tergambar di peta.
Fulda, yang letaknya tepat di tengah Jerman dan setiap saat ada ICE di stasiunnya yang cuma 4 peron.
Berikut adalah cerita minggu2 pertama gue di Fulda ini yang sudah ditagih2 oleh berbagai pihak…. Laporan fakta sekaligus reaksi emosional gue menghadapi Fulda.
Gue datang ke Fulda membawa sepeda gue dan peta Fulda yang gue print dari internet. Bertekad memulai hidup baru yang sehat lewat bersepeda, gue langsung bersepeda menuju asrama. Dan tentu saja gue nyasar, gue emang bukan ahli membaca peta. Mungkin seharusnya belok kiri malah gue belok kanan atau seharusnya belok kanan gue malah belok kiri, atau entah bagaimana, masih untung gue nyadar kalau gue nyasar. Tapi pemandangan yang gue lihat sepanjang jalan cukup menghibur gue jadi gak bete2 banget sih nyasar2 dikit.
Hal bete pertama yang gue alami adalah jatuh dari sepeda (hehehe). Jadi ceritanya begini teman-teman… Fulda itu berbukit2. jalanan naik turun gak karuan. Udah gitu gue udah gak pernah naik sepeda lagi sejak SD. Udah gitu gue bawa tas punggung ala pemanjat gunung yang berat banget. Jadi kalian maklum kan kalau gue jatuh dari sepeda? Tepatnya di depan Dom, di hadapan beribu2 pasang mata, gue jatuh. Awalnya gak terlalu sakit sih (masih lebih berasa malunya daripada sakitnya), tapi kemudian lumayan juga. Lutut gue luka parah, selama seminggu gue terpincang2. Itu belum termasuk luka2 kecil dan memar2 lain gara2 jatuh dari sepeda juga sepanjang satu minggu sebelumnya, jadi kalau dipikir2 udah badak lah gue diliatin orang2 gara2 jatuh dari sepeda. Itu juga belum termasuk PTSD yang gue derita (Post Traumatic Stress Disorder, alias gangguan stress setelah suatu kejadian yang traumatis, yaitu jatuh dari sepeda).
Asrama gue… sekarang sudah jadi tempat yang nyaman… Tapi mari kita tengok beberapa minggu yang lalu ketika gue baru datang… Jika kantor Hausmeister bisa dijadikan patokan mengenai kondisi kamar, maka gue shock berat lihat kantornya yang luar biasa berantakan. Jauh banget kalau dibandingkan kantor Hausmeisternya Trift yang segalanya sangat rapih dan teratur sesuai abjad. Hausmeister gue mungkin pelupa, jadi semua barang dia taruh di atas meja, rupanya dia takut lupa naruh kalau dia taruh di laci atau rak (hehe). Kunci2 kamar bertebaran di atas meja. Surat2 ada di atas meja, di atas kursi, beberapa tergeletak di lantai. Pokoknya heboh. Gue masuk kantornya untuk ngambil kunci kamar dan gue sama sekali gak khawatir bakal menyenggol barang2 karena toh semuanya udah berantakan. Nggak bakal ngaruh lah kalau gue jatuhin piring selusin sampai berkeping2, misalnya. Gue lebih mengkhawatirkan bgmn kondisi kamar gue kalau kantor dia aja udah seperti ini :((
Tapi ternyata kita tidak boleh menilai asrama berdasarkan kantor Hausmeister (peribahasa Amel). Kamar gue bagus banget. Ini WG di mana gue berbagi dapur dan kamar mandi bareng sama 3 kamar lainnya. Mebelnya semua baru, kamarnya cukup lega (sebenernya terlalu luas buat gue), dan bersih. Belakangan gue baru tau dari tetangga gue kalau mebelnya semua baru karena sebelumnya kebakaran, gara2 ada yang lupa matiin kompor, dan penghuni2 lamanya pada disuruh pindah. Sejak gue tau itu gue jadi deg2an terus, kadang malam2 gue suka ke dapur ngecek apakah kompor udah mati semua. Na ja… Btw, tetangga gue itu cowok Libanon cakep namanya Labib, baik banget pula, kalau ada yang berminat hubungi gue via japri, hehe..
Hal bete kedua terjadi di kamar mandi ketika gue mandi. Pemanas airnya ternyata pakai gas. Dan gue sama sekali gak tau bgmn cara menanganinya. Pertama kali gue mandi di sini gue menggigil sampai gue pikir gue hampir mati. (tenang teman2, sekarang gue udah tau bgmn caranya makai air panas).
Hal bete berikutnya masih masalah pemanas tapi kali ini pemanas ruangan yang masih belum dinyalain (ya iyalah, masih bulan September gitu lho) tapi dinginnya kamar gue luar biasa. Lebih dingin daripada di luar. Jadi kalau gue udah kedinginan gue keluar aja. Belum lagi ngeliat kamar yang kosong, tanpa internet tanpa telepon tanpa semester tiket tanpa temen serumah (waktu itu temen2 se-WG gue belum pada datang). Di setiap pelosok kota gue gak nemu wartel. Kalau gue mau telp harus lewat telepon koin yang nelpon ke festnetz aja 5 detik 5 sen, apalagi kalau gue telp ke HP ya? (tapi sekarang gue udah nemu wartel kok). Kalau gue mau on line mahalnya luar biasa. Karena perpustakaan kampus masih tutup, lagipula belum waktunya imatrikulasi, gue harus cari warnet dan warnet Fulda mahalnya minta ampun…. Di Bahnhof gue harus bayar 2 euro untuk makai internet 30 menit. Gue pikir mungkin karena di stasiun maka semua mahal, jadi gue turun ke kota, tapi satu2nya warnet yang gue temui masang tarif 50 sen per 10 menit (sakit jiwa!!) Mungkin semua memang sudah diatur oleh yang di atas sehingga gue harus belajar di sini, ihiks, supaya gue gak kebanyakan main, asrama gue bahkan gak menyediakan bantal, selimut, dan seprei, mungkin supaya gue gak tidur ya, hehehe…
Hal bete berlanjut di kota, ketika gue lagi pengenalan kota naik sepeda, gue kehilangan sweater item kesayangan gue. Kamar gue yang luar biasa dingin itu menipu gue, gue pikir di luar dingin taunya panas banget, jadi gue copot sweater itu… Gue udah berusaha menelusuri kembali jalan2 yang gue lalui, dan bertanya ke tempat2 yang gue kunjungi tapi gak ada hasil :(( mungkin tugas sweater itu untuk menghangatkan gue sudah selesai sampai di sini, sekarang dia punya tugas lain untuk menghangatkan orang lain…
Beberapa hari kemudian gue lalui dengan semangat 45. Maklumlah gue emang suka euforia menghadapi tempat baru. Gue sibuk pindahan, beresin kamar, beresin dapur, Polizei Anmeldung, Auslaenderbehorde, sibuk survey dan membanding2kan harga di toko2 buat belanja kebutuhan sehari2… namun, bulan madu berlalu begitu singkat bagi gue (ihiks)… hari2 berikutnya gue tersiksa setengah mati. Ketika seluruh jalan di kota sudah gue hafal, dan ke manapun gue melangkah kok ketemu itu2 juga, maka dapur gue jadi dapur yang terbersih di seluruh Jerman… setetes air jatuh pun langsung gue lap. dan gue baca koran sampai ke iklan2nya (dalam Psikologi kelakuan gue ini disebut sebagai “obsessive-compulsive”). Pokoknya bosen setengah mati. Ngerti gak sih maksud gue, bosen. Yang biasanya gue masak sup di Berlin setengah jam juga udah jadi, di sini gue masak sup sampai 2 jam, semua bahannya gue potong2 kecil2, simetris, kalau bisa malah gue ukur pakai penggaris supaya ukurannya seragam (bener2 gejala obsessive-compulsive). Dan orang2 yang ngebel kamar gue pun orang2 nyasar semua. Entah nyari orang lain yang jelas2 gak tinggal di sini (kenapa gak nyari gue aja sih?) atau sekedar minjem pembuka botol.
Makanya ketika waktu imatrikulasi (daftar ulang) tiba… gue bangun dan mandi pagi dengan hati riang… setelah nyangkut di sana sini, gue sampai FH Fulda jam 12 siang. Gue suka banget kampus ini. Kumpulan bangunan (dari gedung A sampai gedung Q) dari bata merah dan dirambati tumbuhan rambat, di tengah2nya Mensa (kantin) dan teater terbuka yang sedang direnovasi (bentuk lenih kecil dan lebih jelek dari teater kolamnya fakultas sastra UI). Tapi apa yang gue temui di International Office? Dua orang cewek di resepsionis nanya, gue mau daftar ulang untuk program studi apa? Gue bilang ICEUS (pronounciation nya aja gue salah, seharusnya dibaca ‘ikeus’ malah gue baca ‘iceus’) tapi gue gak sempat bereaksi, karena mereka bilang untuk ICEUS daftar ulangnya sudah lewat. MAU JATUH GAK SIH LOE DENGERNYA???!!! Untungnya setelah kita cek dan ricek sama2 ternyata dia salah. Gue masih punya waktu lebih dari 1 bulan untuk immatrikulasi. Untungnya jantung gue kuat, jadi gue gak pa-pa dan gak perlu nuntut resepsionis itu atas malpraktek yang dia lakukan. Tapi memang gue harus balik lagi besoknya karena Sprechstundenya cuma sampai jam 11.00, maklum kota kecil..
Tapi Fulda sebenernya bukan kampung2 banget. Jika kita memakai definisi kampung menurut Mirza (kampung di Jerman adalah jika kita bisa melangkahi rel kereta, contohnya Ilmenau, hehe) maka Fulda bukan termasuk kampung. Karena tidak ada rel yang bisa kita langkahin, huihiuhiuhiuh. Selain rel di bahnhof. Sarana transportasi utama di sini adalah kaki. Nomor dua kendaraan pribadi (mobil, sepeda motor, sepeda). Gue pernah nyoba lihat jadwal bis lewat di terminal bis. Tapi rupanya, di Fulda, masih lebih sering muncul gerhana matahari daripada bis. Sekali liat Fahrplan bis gue langsung hafal saking jarangnya bis lewat. Dan oya, satu hal yang sangat menarik dari Fulda adalah ANGKOT, huihuhiuhi, di Fulda ada angkot lho. Sekali naik dekat atau jauh bayar 50 sen, angkot2 itu bisa kita stop di manapun pakai isyarat tangan, dan bisa minta berhenti di manapun ke sopirnya. Angkot banget deh, namanya Transcity. Tempat duduknya aja 4-6, hehe. Sopirnya juga hobby banget ngobrol sama penumpang. Gaya nyopirnya juga gaya sopir angkot (lengan dilipet dan disangga ke jendela yang terbuka). Trayeknya dari asrama gue ke kampus pulang pergi. Lumayanlah kalau cuaca lagi buruk gue bisa naik angkot ke kampus. Kampus gue letaknya di ujung utara sementara asrama gue di ujung selatan (cari asrama yang deket2 kampus mahal). Awalnya sih gue rajin banget naik sepeda, tapi berhubung kampus ada di atas bukit jadi perjalanan ke sana berat banget, menanjak. Kalau berangkat gue butuh 17 menit naik sepeda (termasuk beberapa kali sepeda gue gandeng saking curamnya jalanan) kalau pulang paling 5 menit juga udah sampai rumah. Kalau jalan kaki butuh 30 menit. Kalau naik Transcity sekitar 10 menit. Tapi ada gossip katanya sih Transcity mau ditiadakan mulai bulan depan (belum jelas).
Kuliah gue sejauh ini sangat menyenangkan. Mungkin karena belum mulai, hehe… baru Einfuhrungswoche (orientasi) yang membosankan (setiap semester gue Einfuhrung mulu ya?) Udah ada satu kuliah sih yang mulai. Hukum Eropa I. Dosennya bicara sangat jelas dan dengan cara yang sangat menarik, jadi kelasnya gak seserem judul mata kuliahnya. Yah gak tau juga ya, ini kan hari pertama. Tapi walau hari pertama juga dia sudah mulai dengan pertanyaan2 khas orang2 hukum, “Sind Tomaten Obst oder Gemuse?” (gue sambil bikin terjemahan untuk temen2 gue yang tidak di Jerman: “apakah tomat itu buah atau sayur?”) Untung gue udah terbiasa sama temen2 hukum gue di Depok dulu di mana dosen2 mereka mendapatkan kepuasan batin tersendiri yang sulit dilukiskan dengan kata2 jika mengajukan pertanyaan2 gak penting semacam “apa bedanya pisang goreng dengan goreng pisang?” jadi gue gak terlalu stress. Terus ada satu Workshop lagi, Intercultural Training Workshop, oleh dosen tamu dari ili (Institut fuer Lehrerfortbildung und Interkulturelle Kommunikation) Universitas Augsburg, juga menarik. Training itu intinya kurang lebih mempersiapkan kita (mahasiswa2 asingnya) menghadapi cultural shock di Jerman. Basi banget ya… udah lumutan gini gue di Jerman malah dikasih training beginian.
Kita sekelas 32 orang (plus 4 orang lagi ngurus visa). Orang Jermannya 10 sementara sisanya datang dari 18 negara. Cowoknya ada 5 orang, sisanya cewek2, rupanya memang gue selalu terjebak di kuliah yang miskin cowok. Di Jakarta, di Berlin, sekarang di Fulda, kelas gue miskin cowok. Tapi yang penting itu tetangga ganteng, ya gak teman2?
Selain gue di Fulda ada 4 mahasiswa Indonesia lain. Temen serumah gue sekarang ada 2. Satu cewek dari Romania, namanya Diana, lagi ngerjain tesis, jurusan Electronic Bussiness. Jadi setiap saat dapur kita selalu bau kopi (apa hayoooo hubungannya?) satu lagi cowok Jerman, namanya Matthias, mahasiswa Informatik semester 1, waktu pindahan ke sini dianter sama bokap nyokapnya naik mobil (jadi kangen bokap nyokap gue, huaaaa) dan dia setiap kamis selesai kuliah pulang ke rumahnya di Erfurt, balik lagi ke Fulda minggu malam atau senin pagi, aduh enak banget gak sih… Matthias ini “jerman banget”. Dia membagi kulkas kita sehingga setiap orang dapat bagian yang tepat sama luasnya. Dia bahkan berniat bikin jadwal pemakaian kamar mandi berhubung dia mandi setiap pagi sebelum kuliah. Tapi belum terlaksana sampai sekarang karena kita belum nemu waktu di mana kita lagi bareng bertiga di rumah. Tapi sebenernya gak ada masalah sih, toh gue mandi malam dan Diana sepanjang hari di rumah jadi bisa mandi kapan aja.
Nah, bagian terakhir laporan gue adalah mengenai pariwisata. Fulda adalah kota tua, sejarahnya sudah dimulai sejak pembangunan biara di sini atas perintah Bonifatius (gue gak tau ini siapa) thn 700-an (lupa tepatnya). Tapi baru setelah abad pertengahan, pada zaman Baroque, pembangunan dan renovasi besar2an akibat pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat meninggalkan altstadt Fulda sekarang dipenuhi oleh bangunan2 dan peninggalan2 lain yang selalu ramai dikunjungi rombongan turis mulai dari anak2 sekolah sampai nenek2 kakek2, lokal maupun mancanegara.
Dom zu Fulda
Di Barockviertel Fulda, kita bisa mulai perjalanan kita dari Dom (atau Katedral). Di depan Dom ada Schlossgarten (taman istana) yang lumayan luas tapi rupanya gue datang telat untuk menikmati taman tsb secara maksimal (apa coba). Sementara di taman, kita bisa melemparkan selayang pandang ke Orangerie yang penampilannya sangat impresif (gue gak tau ini apaan, tapi sekarang sih katanya digunakan sebagai tempat kongres, konferensi, ruangan2nya di dalam juga sangat Barock), dan juga Stadtschloss (Istana).
Orangerie dilihat dari Taman Istana
Schloss Fulda
Konon, di dalam istana ada satu ruangan yang namanya Spiegelraum (ruang cermin) di dalamnya ada ribuan cermin dari berbagai bentuk dan ukuran, mulai dari yang sebesar ujung jempol sampai yang besar banget. Asik banget ya… yang jelas gue pernah masuk sekali ke Fuerstensaal (Ruang Kerajaan) di Istana untuk acara penyambutan mahasiswa baru oleh walikota. Ruangannya bagus sekali, didominasi oleh warna merah dan emas. Langit2nya dilukis, banyak jendela2 rendah dan besar dengan tirai2 berat dari beludru, dinding2nya dilapisi wallpaper merah dan digantungi lukisan2, lampu2 gantung dan lampu2 tembok gemerlapan, ada perapian2 juga di sana, dan patung2. Btw, nanti acara wisuda gue juga bakal diadakan di sana, nanti gue kabari lagi siapa tau kalian bisa datang (hehehe). Sekarang kalian doakan saja supaya gue bisa ngikutin pelajaran dengan baik sehingga bisa ikut wisuda (ihiks). Nah, setelah Istana, kita bisa lihat satu gereja Barock lagi, gue gak seberapa ngerti, yang jelas gereja ini warna temboknya oranye (!!!) dan halamannya biasa dipakai untuk Wochenmarkt, Weinahmarkt, pokoknya Marktplatz (pasar) gitu deh. Dan ada juga kawasan perumahan berarsitektur Barock yang sudah direnovasi sana sini.
Tapi yang jadi favorit gue adalah Fussgaengerzone-nya (kawasan pejalan kaki). Berjalan2 di sana bener2 bagaikan kembali ke masa ratusan tahun sebelumnya… (gue harus dapat komisi dari Fulda karena mengiklankan kota ini dengan sedramatis ini). Coba kalian bayangkan, jalan2 naik turun sempit dari batu dengan bangunan2 kuno di kanan kiri. Kalau pagi, ramai oleh toko2 yang ditata sedemikian rupa sehingga melihatnya aja udah seneng. Kafe2 di pinggir jalan juga merupakan tontonan tersendiri. Kalau malam, lampu2 jalanannya yang kuno2 itu menambah temaram suasana… (cukup sampai di sini dangdut gue).
salah satu sudut Fussgaengerzone
Selain yang gue sebutkan di atas, ada juga museum2 yang belum sempat gue kunjungi: Kinderakademie, Vonderau Museum dan Planetarium nya, Museum Pemadam Kebakaran, Museum Dom, Museum Istana, dll yang kayaknya sangat menarik, mungkin suatu saat kita kunjungi bareng saja? Dan taman2 lain (Dahliengarten, Fulda Environmental Centre, Wasserpark). Dan tur2 sepeda dan kano (bisa disewa). Fulda terletak di persimpangan tiga jalur bersepeda nasional. Waktu gue datang ke Fulda bawa sepeda, susah2 gue beli tiket buat sepeda gue, ternyata gerbong buat sepedanya PENUUUUUH banget sampai gue gak bisa lewat, penuh sepeda ditumpuk2 dan pemeriksa karcis Jerman yang se-streng apapun bakal males meriksain satu per satu untuk memastikan apakah semua sepeda udah ada karcisnya :((
Jika kalian ke Fulda bawa anak, anak2 kalian dijamin tidak akan bosen, karena ada banyak sekali tur dirancang khusus buat anak2. dan menarik2. misalnya, tur keliling istana yang dipandu oleh hantu (tentu hantu boongan) untuk mempresentasikan ke anak2 mengenai sejarah dan ruangan2 istana dan perabotan2nya. Atau ada juga tur interaktif yang judulnya “Barock, what is that?” (“Barock, was ist denn das?”) dipandu oleh guide berkostum pengrajin abad 18 yang mengajak anak2 keliling untuk mengalami bgmn orang2 hidup dan apa yang mereka rasakan pada zaman Barock. Bukan hanya ttg sejarah, tapi juga ttg kehidupan lapisan2 masyarakat waktu itu, mulai dari keluarga kerajaan sampai priyayinya dan pekerja biasa. Rasanya gue lebih tertarik sama tur2 buat anak2, gimana dong nih.
Mengenai Kebab, harga Kebab di sini bervariasi. Di Bahnhof 3,5 EUR (entah bgmn rasanya), di kota berkisar antara 2-3 EUR (rasanya enak banget! Kebab di Berlin gak ada yang enak, tapi di sini enak banget, serius gue).
Akhir kata, gue tunggu kalian di Fulda.
5 Comments:
At 3:00 PM, Anonymous said…
mel, setelah sekian lama loe tinggal di fulda.. (saah!) loe tau dong kl anak indo disini gak cmn b'4??
loe, gue, memey, ganny, ody, papang, yaya. ditambah lagi anak2 indo yg sering transit (entah yg bonyoknya tinggal disini (putri, irene), yg numpang kuliah (shinta)ato yg mertuanya di fulda (dita))..
emang gak banyak sih kl dibandingin ama kota2 laen.. tapi lumayan khan drpd loe doang di fulda?? :p
ps: kl pun gak ada anak muda (ehm!) indo disini,toh masih ada ibu2 fulda yg selalu siap buat men-supply loe dgn makanan sehat dan gosip2 segar ala ibu2 ;)
-adella-
At 12:40 PM, Anonymous said…
Hi!
I´ve a quention, I lived in Germany some years ago and I knowed a lovely man from Libano called Labib, he lived and studied in Fulda, Do you know him? Perhaps there are severals Labib there, but I would like to have news of him. Please answer to me. Thanks.
ampa223@hotmail.com
At 12:49 PM, Anonymous said…
sorry, it´s ampa_223@hotmail.com
thank you.
At 3:24 PM, Anonymous said…
Enak ya mbak di Fulda?? Saya Insya Allah April ke Augsburg, kuliah jg S2 disana. Bisa minta Info ttg kota itu ga mbak, ya yang mbak tau aja. Terutama ada nggak mahasiswa Indo disana, hehe... Sepi jg kalo gak ada temen. Kalo boleh minta email Mbak, email saya mhmuzakki@yahoo.com.
Thx
Helmy
At 11:07 AM, Handayani Basuki said…
Kamu tinggal d fulda d manany? Saya tinggal difulda jugaa
Post a Comment
<< Home