about a girl

A grandfather was walking through his yard when he heard his granddaughter repeating the alphabet in a tone of voice that sounded like a prayer. He asked her what she was doing. The little girl explained: "I'm praying, but I can't think of exactly the right words, so I'm just saying all the letters, and God will put them together for me, because He knows what I'm thinking." -Charles B. Vaughan

Sunday, June 26, 2005

Apakah Bahasa Masa Depan Manusia?


Bahasa Inggris adalah bahasa “universal” pertama dalam sejarah peradaban manusia. Memang selalu ada bahasa2 yg digunakan di banyak negara sekaligus namun cakupannya selalu regional, misalnya, dulu pernah ada Bahasa Latin, yg dipakai di daratan Eropa (dan daerah2 di bawah Kekaisaran Romawi) namun tidak di bagian bumi yg lain. Atau Bahasa Arab yang dipakai di Timur Tengah dan negara2 Maghrebian lain. Atau sekarang ada Bahasa Prancis yg dipakai sebagai bahasa resmi di 5 negara di Eropa dan di banyak negara di Afrika, atau Bahasa Spanyol yang dipakai di seluruh Amerika Latin (kecuali Brazil?) Namun sekali lagi, bahasa-bahasa tersebut bersifat regional. Baru Bahasa Inggris lah yg secara konsensus diterima dan dimengerti merata di seluruh dunia.

Bahasa Inggris kini mendominasi bahasa-bahasa lain di dunia. Pertama-tama, Bahasa Inggris menggeser bahasa-bahasa lain dalam tradisi penggunaannya. Misalnya, dulu Bahasa Prancis disepakati sebagai bahasa diplomasi. Bahasa Jerman pernah jaya sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang bahasa yg disepakati digunakan dalam bidang2 itu diambil alih oleh Bahasa Inggris. Lalu, selain menggeser bahasa2 lain dalam kancah mereka di dunia, Bahasa Inggris juga banyak “menyusupi” bahasa-bahasa lain. Kosakata dalam Bahasa Inggris tidak hanya terbatas pada jargon2 bidang2 ilmu tertentu (misal: komputer, psikologi, teknik) namun merembes hingga kata2 sehari2.

Oleh banyak ahli bahasa, prospek Bahasa Inggris dianggap mengancam kelangsungan hidup bahasa2 lain. Masa depan banyak bahasa sangat dikhawatirkan dan makin banyak usaha yg dilakukan utk melindungi bahasa2 itu. Bahasa, sama halnya dengan anjing laut atau ikan paus, sekarang dianggap sebagai spesies yg hampir punah. Kekhawatiran ini bukan hanya ditujukan pada bahasa2 marjinal, namun juga bahasa-bahasa besar dunia, misalnya bahasa Prancis. Prancis adalah negara yg paling kebakaran jenggot. Thn 70-an, 60% dari seluruh dokumen yg dikeluarkan oleh EG/ Europäisches Gemeinschaft (kalau gak salah Bahasa Indonesianya „Masyarakat Bersama Eropa“) adalah dlm bhs Prancis, dan 4 dekade kemudian, hanya 40% dokumen dlm bhs Prancis. Di dalam negeri, untuk menjaga Bahasa Prancis dari dominasi bahasa-bahasa lain (baca: Bahasa Inggris), thn 1994 pemerintah Prancis mengambil tindakan dengan mengeluarkan hukum yg dikenal dengan sebutan „La Loi de Toubon“ yg isinya intinya adalah mengenai keharusan stasiun2 TV Prancis untuk menggunakan 100% Bahasa Prancis.



Image hosted by Photobucket.com





Di presentasi gue di kelas Language Policy bulan lalu, ini yg gue bahas: masa depan Bahasa Inggris menurut prediksi Jean Louis Calvet, ahli bahasa dari Sorbonne (Prancis). Prediksinya bertolak belakang dengan apa yg pernah gue bahas di posting gue yg ini. Rupanya Calvet ini sehati dengan aliran „laissez-faire, laissez-passer“ (let it be) dalam ekonomi: mau begini ya begini, mau begitu ya begitu, terserah kemauan pasar aja. Inti pendapatnya ada 2:

Pertama, suatu bahasa punah tidak hanya karena dominasi dari bahasa lain namun yang paling penting dan di atas segala2nya, adalah karena para penuturnya memutuskan utk tidak lagi menggunakan bahasa mereka dan tidak lagi mewariskan bahasa mereka ke anak2 mereka. Misal, bokap nyokap gue yg di keluarga mereka masing2 bicara dlm bhs Jawa, ke anak2nya mereka bicara bhs Indonesia. Dan bisa jadi suatu saat gue memutuskan Bahasa Inggris lebih berprospek dan bicara dlm Bahasa Inggris sama anak2 gue, siapa tau kan. Dan jika ini terjadi secara massal, maka akan punahlah Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia suatu saat.

Sangat jarang suatu kebijakan bahasa dapat diterapkan jika hal tersebut bertentangan dengan keinginan masyarakat. Apakah mungkin utk menyelamatkan suatu bahasa yg tidak lagi diinginkan oleh penuturnya? Beberapa kebijakan berbahasa memang berhasil diterapkan. Misalnya ketika Kemal Atatürk di Turki pada awal abad 20 mereformasi ejaan Bahasa Turki dan mengeluarkan kamus Bahasa Turki yang meminjam kata2 dari Bahasa Arab dan Bahasa Farsi. Lalu Indonesia juga pernah berhasil mengadopsi Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan mereka.

Namun negara2 lain mengalami banyak hambatan, misalnya proses Arabisasi di Aljazair dan kebijakan multi-lingual yg diajukan mantan presiden Guinea, Sekou Touré, yang berakhir gagal total.


Kedua,
bahasa adalah alat manusia, yg berfungsi melayani manusia, dan bukan sebaliknya. Para ahli bahasa selalu menyesal kalau ada bahasa yg punah, namun bahasa bukanlah isi museum, bahasa adalah sesuatu yg berubah terus dengan konstan mengikuti kebutuhan manusia. Bentuk2 bahasa selalu berevolusi dan hubungan di antaranya berkesinambungan: sementara satu bahasa mati, bahasa lain akan lahir.

Misalnya, sejak keruntuhan Tembok Berlin, dan terpecahnya Yugoslavia, negara2 baru dan bahasa2 baru pun muncul ke permukaan: Bahasa Serbia, Bahasa Bosnia, dan Bahasa Kroasia sekarang adalah bahasa2 yg independen satu sama lain, yg dulu kita anggap satu bahasa yaitu Serbo-Croat. Demikian pula yg terjadi setelah Ceko dan Slovakia berpisah, telah menjadikan Bahasa Ceko dan Bahasa Slovakia makin lama makin terpisah. Walaupun bahasa2 itu sekarang masih hanya berbeda dalam beberapa kosakata, namun para penuturnya mempertegas identitas mereka dengan cara menekankan perbedaan bahasa2 tsb.

Contoh lain, adalah munculnya variasi2 bahasa akibat dari aspek geografis. Di Afrika, Bahasa Prancis yg digunakan di Gabon, Mauritania, Senegal, Niger, Pantai Gading, dll memperlihatkan adanya perbedaan (walaupun masih tipis). Bahasa Arab di Rabat dan di Riyadh, atau Bahasa Spanyol di Madrid dan di Buenos Aires pun tidak dapat dikatakan identik.


Kesimpulan

Bahasa yang murni adalah mitos. Bahasa Latin yg digunakan Cicero mungkin masih murni, namun sudah tidak lagi dipakai manusia zaman kini. Hari ini, berbagai variasi Bahasa Latin telah berkembang selama berabad2 penggunaannya menjadi Bahasa Itali, Bahasa Spanyol, Bahasa Prancis, dll. Sejarah menunjukkan bahwa semakin suatu bahasa tersebar secara geografis, semakin banyak variasi yg ditimbulkannya. Jadi, apa yg pernah terjadi pada Bahasa Latin bisa jadi juga terjadi pada Bahasa Inggris. Dominasi Bahasa Inggris yg mendunia dewasa ini tidak dapat disangkal, namun bisa jadi hanya berlangsung beberapa saat saja. Gejala2nya sudah dapat dilihat sekarang dengan munculnya variasi2 Bahasa Inggris misalnya Singlish di Singapur. Bahasa Inggris yg dipakai di Amerika, di Inggris, atau India mulai menunjukkan perbedaan2 satu sama lain.

Beberapa abad mendatang, peta bahasa akan berubah, dan akan terus berubah, sesuai dengan bentukan penuturnya.

Menjawab pertanyaan „apakah bahasa masa depan manusia?“ gue juga gak tau apa. Beberapa puluh tahun ke depan mungkin jawabannya Bahasa Inggris, namun beberapa abad lagi? Bisa jadi malah Bahasa Indonesia, atau bahasa baru gabungan antara Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia (sumpah gue asal ngomong nih, gak pake data).




coming someday: tentang Bahasa Indonesia.

Creative Commons License