about a girl

A grandfather was walking through his yard when he heard his granddaughter repeating the alphabet in a tone of voice that sounded like a prayer. He asked her what she was doing. The little girl explained: "I'm praying, but I can't think of exactly the right words, so I'm just saying all the letters, and God will put them together for me, because He knows what I'm thinking." -Charles B. Vaughan

Tuesday, August 02, 2005

Coffeeholic Returns: Bakoel Koffie Cikini


Tidak seperti tuduhan banyak orang, gue lahir tidak dengan kopi di tangan gue. Kopi adalah kebiasaan yang gue adopsi baru-baru ini. Memang dulu jaman kuliah waktu gue mulai begadang2, gue sudah mulai mengkonsumsi kopi. Tapi dulu karena gak terbiasa, secangkir kopi instan three in one bisa membuat gue melek 12 jam. Gue suka sejak awal rasa kopi di lidah gue, tapi efek sampingnya bener2 menyiksa. Cukup satu cangkir sehari, itupun sebaiknya diminum pagi2 karena kalau kesorean bisa2 gue semaleman gak bisa tidur. Semaleman bete, karena terlalu lelah untuk ngapa2in tapi terlalu tegang untuk bisa tidur, seperti zombie, mayat hidup. Kalau gue minum dua cangkir, rasanya jantung gue mau meledak, mual, pening. Padahal itu kopi instan sachet loh, yang menurut Adella rasanya kayak air gula. Kalaupun gue mempraktekkan bulimia (memuntahkan kembali makanan yg baru dimakan demi tidak gemuk, ini penyimpangan), itu hanya demi menikmati sekilas rasa kopi di lidah gue tanpa ingin menjalani akibatnya.

Perlahan-lahan namun pasti, tubuh gue nagih dosis kafein yang semakin besar sejalan dengan semakin besarnya beban hidup *sahhh gaya*. Selain gue minum kopi secara teratur, frekuensinya pun meningkat (dalam satu hari pernah gue minum 3 cangkir, rekor gue nih), dan sejalan dengan itu efeknya pun menurun drastis. Kalau dulu setakaran kopi bisa bikin gue melek 12 jam, sekarang gak ada hubungannya. Gue bisa menguap segera setelah minum kopi. Gue bisa ketiduran segera setelah menyesap tetes terakhir kopi. Gue tetep minum kopi karena gue sudah kecanduan, pada harumnya yang menggoda, pada rasanya yang memanjakan, pada kandungan kafeinnya yang menjanjikan.

Gue mulai panik. Pada dasarnya, bayangan bahwa gue sangat tergantung dengan sesuatu sangat menyiksa gue. Apalagi sesuatu itu adalah kopi. Yang sangat bahaya bagi kesehatan. Gue mulai panik. Terutama di Jakarta di mana kopi bikinan gue sendiri di rumah rasanya bener2 ancur, tapi mau gimana lagi, demi tubuh gue yang butuh kopi gue kesampingkan rasa kopi yang ancur itu. Minum kopi di pagi hari bukan lagi kesenangan tersendiri. Sekarang sih mendingan setelah gue menemukan creamer yg cocok, namun gue sudah bertekad secara bertahap mengurangi konsumsi kopi. Terutama setelah mendengar kisah T.

Tadi malam teman kencan gue adalah T. Senior, temen organisasi jaman kuliah, sekaligus sahabat. Sejuta kali gue melewatkan malam bersamanya, sejuta kali dia minta kita ketemu di Bakoel Koffie Cikini.

Hampir jam 4 sore kala itu ketika HP gue bergetar, muncul di layar nomor yang tak dikenal +622139235XX. Gue angkat aja, kali aja ada yg manggil audisi (apaan sih Mel?)

"Mel," sambut suara yang sangat familiar di seberang, "sore ini bisa ketemu di Bakoel gak? Elo ada waktu gak? Gue mau [blablabla]", dengan nada mendesak.


Secepat kilat kepala gue berhitung, hmm.. peri biru dan suaminya lagi mudik ke Bangil jd Cinderella bisa sedikit santai, gue punya setumpuk buku yg mesti gue baca tapi bodo amat, tidak ada tugas kuliah atau baju kotor untuk dicuci atau tidak harus masak (kerjaan2 rutin di Fulda), jadi:

"Oke, jam 6 gue di sana ya, ntar gue sms kalau sudah sampe."


Ternyata T nelpon dari kantornya. Dengan kebiasaannya yg main culik dia nodong gue untuk nemenin dia [blablabla]. Ini Jakarta, gue sudah meninggalkan pribadi gue yg Termin (appointment)-minded jauh di Jerman. Ini Jakarta, dan di sini gue adalah cewek panggilan, hehe.

Dari berbagai hal yang kita obrolin malam itu, salah satunya dia menyinggung dirinya yang sekarang pantang minum kopi untuk jangka waktu yang tak terbatas, gara2 lambungnya kollapse gara2 kebiasaannya minum kopi sudah kelewat batas. Dalam sehari dia bisa minum 4 gelas kopi tanpa makan dulu sebelumnya. Dia sempat dilarikan ke UGD dan opname selama 5 hari. Catatan medisnya membuktikan bahwa kopi ternyata bisa mematikan.

Deritanya tak terbayangkan buat gue, pecinta kopi yang tidak boleh lagi minum kopi. Makanya gue berusaha keras mengurangi, cukup satu gelas sehari.

Mengenai Bakoel Koffie Cikini sendiri, berikut adalah laporan gue. Bakoel Koffie adalah warung kopi yang sebenernya buka di beberapa tempat, antara lain yang pernah gue liat ada di Barito, di Kemang, dan di Pondok Indah Mall, selain yang di Cikini. Namun gue gak pernah ke tempat2 lain selain yang di Cikini.

Jika kalian untuk yang pertama kalinya berusaha menemukan Bakoel Koffie Cikini, harap pasang mata baik2. Kafe ini ada di deretan yang sama dengan TIM, sama sekali terpencil di pojokan tanpa plang nama yang layak. Pertama kali gue ke sana, gue bolak balik 2 kali di depannya tanpa nyadar saking tersembunyinya (atau saking gak perhatiannya gue, hehe). Tapi justru inilah yang bagi gue nilai plus: suatu tempat jauh dari kebisingan, cozy dengan sentuhan tradisional, dan ideal untuk pertemuan2 pribadi. Sama sekali gak seperti kafe2 yang ada di mall2 di mana tempatnya sangat terbuka dan nongkrong di sana gue merasa bagai ikan di akuarium yang ditontonin pejalan kaki. Hhhhh…..

Mengenai kopinya sendiri, yang ditawarkan standar warung kopi lah, capuccino, café macchiato, dan semacamnya, dengan tambahan kekhasan mereka yaitu mmm… lupa apa namanya, Java-Java apaaa gitu. Konon konsep Bakoel Koffie memang ingin mempopulerkan kembali kopi tradisional Indonesia di Jakarta. Kopi mereka berasal dari perkebunan kopi di Jawa, Sumatra, dan pulau-pulau penghasil kopi lain di Indonesia.

Mengenai harga gue gak begitu yakin, gue perkirakan harganya sekitar 75% hingga 50% dari harga Starbucks, dengan rasa yang juga 75% hingga 50% rasa kopi Starbucks.

Creative Commons License

6 Comments:

  • At 1:49 PM, Anonymous Anonymous said…

    gue suka gaya posting elu..bahasa elo enak dicerna..btw, kapan ngopi bareng? hehe

     
  • At 7:28 AM, Anonymous Anonymous said…

    Wowwwww.. bahasa lo menarik.. menyenangkan sekali baca postingan lo :)

    Hef a great dei yaaa!

    -sanz-

     
  • At 2:53 PM, Anonymous Anonymous said…

    disagree on one thing babe, it taste much better than fake coffee like starbucks..

    (cip)

     
  • At 10:38 AM, Anonymous Anonymous said…

    setuju kalo kopi bakoel jauh lebih enak daripada starbucks... kalo udah minum kopi di italia, starbucks punya espresso bener2 ga bisa disebut espresso atopun kopi

     
  • At 2:40 AM, Blogger Unknown said…

    This comment has been removed by the author.

     
  • At 2:55 AM, Anonymous Anonymous said…

    favoritku di bakoel koffie : mexican recipe plus kudapan java fries..

     

Post a Comment

<< Home