aku mati dalam penantianku
IV.
perlu hati yang lelah menunggu
untuk pahami keputusanku mundur
perlu hati yang lelah menangis
untuk engganku melihat air mata
perlu hati yang lelah bertanya-tanya
untuk mulai coba berikan jawaban
***
Isi entry kali ini adalah fanfic dari film nya Tim Burton: The Corpse Bride, yang gue tonton Sabtu kemarin bareng temen gue Y. Cerita yang sebenernya sederhana, tentang cinta (apa lagi emangnya?) namun mampu mengingatkan gue sekali lagi, bahwa cinta itu tidak egois *ihiks* bahwa kisah cinta itu sangat mengharukan *huhuhuhu* Btw, highly recommended nih film! kalian harus, harus, harus nonton!
IV. Emily kepada dunia
I. Emily kepada Lord Barkis
II. Emily kepada Victor
III. Emily kepada Victoria
***
I.
aku mati dalam penantianku.
dengan gaun pengantin putih yang sama yang pernah dikenakan ibuku pada hari pernikahannya sendiri,
melekat di tubuhku.
dengan berjuta tanya yang berebut keluar bersamaan dengan nafas terakhirku, yang kuhembuskan dalam keterasingan:
apa, mengapa, bagaimana, siapa
aku mati dalam pengkhianatanmu.
sendiri, tidak mengerti,
namun setidaknya aku mati setelah memilih.
mencintaimu adalah saat-saat paling hidup yang pernah kualami.
aku mati tanpa memperdengarkan padamu, ikrarku.
aku mencintaimu hingga mati.
II.
ah.
terbuat dari apakah hatiku?
hingga aku masih merasa, lama setelah semua berubah dingin.
tersanjung akan hadirmu, yang berarti pembebasanku
percaya akan dalihmu, yang berarti pengabaianku
pedih akan bahagiamu, yang berarti pengorbananku
ah. ternyata.
bukan diriku yang ada di ingatmu. namun perempuan itu.
dia yang punya detak jantung, dia yang punya nadi, dia yang punya darah.
dia yang punya hidup.
dan ketika kamu memilihku.
aku terlalu bahagia. untuk bisa lihat lukamu
aku terlalu takut kamu berubah pikiran. untuk bertanya alasanmu
aku terlalu egois. untuk memintamu berpikir
III.
tinggal satu kalimat yang memisahkan aku dan dia.
tinggal satu langkah yang mungkinkan aku dan dia bisa bersama.
tinggal satu detik,
ketika kutangkap pandangan matamu.
kukenali pandangan putus asamu.
seperti melihat guillotine yang sesaat lagi menyentuh leher.
kuakrabi terawang kosongmu.
melihat hidupmu diambil di depan matamu.
memang hanya butuh satu detik,
untuk memutuskan.
pengkhianatan itu, sayang, bukanlah bebanmu.
dan tak sepantasnya, sayang, kuletakkan di pundakmu.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home