about a girl

A grandfather was walking through his yard when he heard his granddaughter repeating the alphabet in a tone of voice that sounded like a prayer. He asked her what she was doing. The little girl explained: "I'm praying, but I can't think of exactly the right words, so I'm just saying all the letters, and God will put them together for me, because He knows what I'm thinking." -Charles B. Vaughan

Monday, August 15, 2005

Nasi Gila di Tebet


Awalnya gue dan R keluar rumah hari Sabtu kemarin untuk menghadiri resepsi pernikahan teman kami M di Taman Mini. Gue dan R pake kebaya lengkap dong. Ketemu temen2 yang kuliah di Jerman tapi lagi liburan, atau pernah kuliah di Jerman dan sekarang sudah kembali tinggal di Jakarta. Ngobrol-ngobrol penting dan gak penting. Kenalan-kenalan sama orang2 baru. Bikin rencana untuk ngumpul2 dalam waktu dekat. Tukeran nomor HP. Standar banget lah. Gue udah hafal luar kepala.

Lalu kemudian, hari masih siang ketika gue dan R males langsung pulang, jarang-jarang ketemu gitu loh. Setelah proses brainstorming dan problem solving (aduh aduh), kita memutuskan untuk "nonton aja yuk!" Masalahnya gue sama sekali gak ada rencana nonton atau pergi ke mana pun setelah resepsi, jadi gue gak bawa baju ganti. Dan berhubung rumah gue terletak di Jakarta-hampir-coret, beberapa langkah dari perbatasan Jawa Barat, maka males banget gak sih gue balik dulu. Akhirnya kita memutuskan untuk nonton masih pake kebaya dan kain dan selop.

Sebelumnya kita mampir ke daerah Cempaka Putih untuk jemput T, orang pertama dan satu2nya yang kita ajakin dan cukup pede untuk nonton bareng cewek2 berkebaya, hehe, walaupun awalnya dia ngasih seribu satu solusi agar supaya gue ganti baju dulu. Lalu kita menuju TIM karena menurut T,

"di sana tempatnya orang2 aneh, tadinya gue mau ngajak kalian ke Jakarta Theater tapi kalau kebayaan begini mending ke TIM aja, gak bakal ada yang peduli."


Hmm.. gue lupa kalau T ini selebritis (pokoknya semua orang yg menghindari publikasi gue sebut selebritis).

Kita nonton Gie (akhirnya… setelah 4 kali week end gagal nonton Gie…). Mengenai film ini, agak2 sedih sih gue nontonnya, betapa Indonesia makin terpuruk aja dari masa ke masa. Setting film ini di sekitar Jakarta Kota thn 1940-an sampai 1960-an, secara fisik Jakarta mungkin sekarang lebih bagus penampilannya (walau hasil pembangunan boleh ngutang, "dan penyebab banjir", kata A temen magang gue), namun secara semangat rasanya sudah habis terkikis sampai ke akar2nya. Weleh berasa ngerti aja ya gue. Sebenernya di awal2 film gue agak2 bingung gitu sih. Gue gak bisa menangkap ekspresi nonverbal para pemain. Gak ngerti ini maunya apa. Banyak sekali pesan2 tak terucapnya. Bagi gue sih gak jelas, tapi T keliatannya lebih sensitif daripada gue, ya iyalah, jadi setelah film dia yg jelasin, hehe..

Nah, setelah nonton, T ngajak makan. Gue usul, "makan Nasi Gila aja yuk!" Sebenernya kita lagi lewat Menteng tuh, tapi berhubung T bilang Nasi Gila yang paling enak di Jakarta ada di Tebet maka gue menuntut pergi ke Tebet.

Rumah makan di Tebet yang kita kunjungi ada di pojokan jalan, di depan resto yang jual Mie Ayam Simpur (whatever it is). Dulu, sahabat gue M yang daerah kekuasaannya ada di Tebet, pernah mengiklankan ke gue sekilas rumah makan ini yang dulu cuma jualan Bubur Ayam Sukabumi aja tapi sekarang ternyata juga jualan Nasi Gila.

Gue dan R pesen Nasi Gila sepiring berdua berhubung kita gak lapar2 banget. Dan T pesen bubur ayam. Bubur ayamnya aneh deh. Pake telur gitu, baru kali ini gue liat tapi konon memang bubur ayam Sukabumi tuh emang begitu. Jadi bubur yang lagi panas2nya "disiram" telur ayam mentah dan telur itu jadi mateng di piring saking buburnya panas, begitu penjelasan T.

Nasi Gila-nya? Enakkk banget, serius gue, bahkan bagi lidah gue enak banget. Nasi Gila itu terdiri dari nasi goreng putih pakai telur yg diorak-arik, lalu lauknya itu daging campur macem2 sea food (setidaknya gue liat ada udang dan cumi), dan bumbunya sangat sedap rasanya. Gue pernah makan Nasi Gila di warung tenda di depan pertokoan Pondok Indah sekitar 2 tahun yang lalu, tapi yang satu ini beda, jauh lebih enak.

Gue sangat merekomendasikan tempat ini.

Jam 22.00, T masih aja nantangin kita ngopi, tapi R sudah setengah nyawa jadi akhirnya kita pulang. Nanti kapan2 kalau kita ngopi gue bilang2 deh.

Creative Commons License

0 Comments:

Post a Comment

<< Home