Novel-novel Paling Mengecewakan yang Ada di Rak Buku Gue
Hmm.. udah lama gak nulis ulasan buku. Tadi gue udah nulis separuh jalan ttg Cala Ibi, tapi tiba2 males :D dan berhubung gue sangat memanjakan mood gue, maka gue banting setir bikin judul baru lagi.
Tolong perhatikan judul gue. Yang mau gue bahas di sini adalah novel-novel yang ada di rak buku gue, jadi ini bukan "worst books of the year" atau "worst books ever published". Jelas bukan, karena setiap gue beli buku tentu gue berharap banyak sama buku itu. Jadi gue juga gak bakal beli buku yg jelas2 tidak menarik minat gue at the first place.
Buku-buku ini kalo gak salah masih ada di kamar gue di Jakarta, jadi bagi siapapun yg berminat baca, gak usah beli, gue kasih aja nanti kalo gue udah balik. Kondisi masih bagus, bahkan baru gue baca beberapa halaman pertama, hehe..
Kerudung Merah Kirmizi, Remy Sylado
Ini agak aneh. Remy Sylado, beberapa kali menulis buku dengan berbagai nama samaran, sebenernya adalah salah satu sastrawan (termasuk novelis dan penyair) Indonesia favorit gue. Novel2nya berlatar belakang sejarah Indonesia, dan banyak di antaranya yang jadi bestseller. Salah satunya bahkan adalah buku favorit gue sepanjang masa, Ca Bau Kan (pernah di-filmkan beberapa tahun yang lalu).
Tapi mengapa? oh mengapa? Seseorang yang bisa menulis buku sebagus itu, juga bisa menulis buku sejelek itu? Huhuw... Apakah Anda sedang bad hair day Pak? *Neng Sarah mode on* atau Anda ini sebenernya berkepribadian ganda? Hhhhh....
Kerudung Merah Kirmizi, berlatar Indonesia menjelang kemerdekaan (atau malah sesaat setelah kemerdekaan ya? see, gue sampe gak inget lagi settingnya). Novel ini bicara ttg perjuangan kemerdekaan dan lain-lain yang semuanya itu menjadi samar gara2 kisah cinta yang mengerikan antara dua tokoh utamanya.
Jika gue mau berbaik sangka sedikit, mungkin Remy Sylado berlaku jujur di sana. Begitulah kisah cinta pada saat itu, ditambah lagi dua tokoh utama kita itu sama2 sudah berusia separuh baya, jadi ... yah... dangdut dan gombalnya luar biasa. Bayangin pasangan-pasangan jaman dulu, apalagi seusia itu, bicara pada satu sama lain. Nah. Kalian punya bayangannya. Se-horror itu memang.
Lelaki Terindah, Andrei Aksana
Ini adalah pengalaman pertama gue membaca karya Andrei Aksana, dan gue ... trauma. Andrei Aksana punya darah pujangga-pujangga legendaris dalam dirinya (Sanoesi Pane, Armijn Pane, Nina Pane) dan di antara sederet novelnya yang best sellers itu, novel ini adalah masterpiecenya. Coba katakan, bagaimana gue bisa menahan godaan untuk tidak membeli buku ini?
Gue cuma tahan baca beberapa halaman pertama.
Novel ini bercerita ttg kisah kasih antara dua orang pria. Kisah gay Indonesia di mana para pelaku sangat dissonants (gue gak menemukan kata yg cocok untuk: merasa sangat gamang karena ketidakcocokan antara 'apa yg mereka pikir baik' dengan 'apa yang mereka lakukan pada kenyataannya'). Sebenernya, kalau mau difokuskan ke sisi "konflik individu", mungkin bisa mendingan ya. Entahlah.
Satu lagi yang sangat mengganggu gue sejak awal, adalah normatifnya novel ini. Sejak prolog sudah ditekankan "penilaian negatif masyarakat terhadap kaum gay". Ini novel atau iklan layanan masyarakat? Bukan selera gue.
Sejahat-jahatnya gue, mari kita bahas sisi positif dari buku ini. Buku ini adalah salah satu dari sedikit, dan makin lama makin sedikit, buku-buku karya penulis muda Indonesia yang mencoba konsisten menggunakan Bahasa Indonesia. Tentu ada satu dua kata asing yg dicetak miring, tapi menurut gue itu sangat tidak terhindarkan, karena di beberapa bagian ceritanya berlatar belakang Bangkok, dan kalau gak salah ada yg di Amsterdam juga. Berapa banyak sih, penulis muda Indonesia saat ini yang menulis dalam Bahasa Indonesia untuk pembaca berbahasa Indonesia, diterbitkan di Indonesia, tanpa menyelip2kan kalimat2 sehari2 berbahasa Inggris?
Dan harus disebut juga di sini, usaha Andrei Aksana mempelopori gaya baru penulisan buku di mana dia juga bikin soundtrack novelnya, dibikin videoklip, dan dinyanyikan oleh dirinya sendiri. Jadi, satu paket dgn buku tersebut, dia juga sertakan CD berisi vidklip. (PS: Belum gue tonton CD itu, jd gue belum bisa komentar).
Oya, mas Andrei, makasih karena sudah masang gambar itu sebagai cover *wink*
Garis Tepi Lesbian, Herlinatien
(sori gue gak nemu cover buku ini, padahal covernya cukup bagus)
Juga tentang kaum homoseksual, novel ini bercerita ttg sepasang lesbian. Jika di buku Andrei Aksana, stigma2 negatif dari masyarakat sangat jelas, maka di sini sama sekali tidak dibahas, atau mungkin gue tidak cukup sabar untuk terus membaca sampai ketemu. Bahkan gue bingung, novel ini mau membahas apa. Dari A sampai Z isinya adalah puja puji seorang lesbian terhadap kekasihnya.
Gue baca buku ini bertahun2 yg lalu tapi gue masih inget komentar nyokap gue waktu itu, "ceritanya apa sih ini buku?" padahal nyokap gue baca buku itu sampai abis, huhuw..
Uh. Di entry gue kali ini, gue amat sangat menahan diri untuk tidak menggunakan kata2 makian a la Adella. Oya betewe Del. Apakah Vertrag von Nizza harus gue masukin di daftar ini ya? Bwahahahahaaha...